Yayasan Kebaya Yogyakarta atas dukungan donor BfdW, baru-baru ini menyelenggarakan Diskusi Publik tentang eksistensi Transpuan dimasa Pandemi di DIY di Hotel Horaios Malioboro pada tanggal 10 Februari 2022. .Kegiatan ini menghadirkan stake holder Lurah, Dukuh, RW, RT, Dinkes, Dinsos, Bapel Jamkesos, Disdukcapil, juga Pengurus CBO Transpuan di DIY serta lembaga jaringan lainya.
Tiga orang narsum sebagai panelis : Bu Ismi, mewakili Kadis Sosial DIY, Bpk Gama Triono, Direktuf Eksekutir PKBI DIY dan Rully Mallay, Volunteer Yayasan Kebaya Yogyakarta menyampaikan beberapa pokok fikiran yang cukup komprehensip terkait pendekatan budaya dalam pemberdayaan Transpuan.
Ada banyak permasalahan yang muncul dalam diskusi publik yang berlangsung alot dan dipandu fasilitator kondang Bu Anna Yuliastanti dari KPA DIY. Ternyata masih ada gap dalam pemahaman konteks pelayanan publik yang komprehensif. Perizinan dan legalitas Yayasan Kebaya Yogyakarta, baik yang diterbitkan oleh Dinas Perizinan, Kemenkum HAM maupun Notaris belum dianggap cukup sebagai persyaratan legalitas sebagai civil society. Sehingga tidak mengherankan jika stigma, diskriminasi dan kekerasan masih terus ada hingga saat ini karena perspektif heteronormatif masih mendominasi cara berfikir mayoritas masyarakat yang seringkali diamini oleh penguasa dengan bingkai agama dan normativ.
Negara yang seharusnya berkewajiban menegakan supremasi hukum tanpa pandang bulu (menghormati, melindungi dan memenuhi), belum berani mengambil sikap tegas untuk memastikan HAM kelompok minoritas sesuai amanat UUD 1945 dan juga UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM.
Tanggapan apresiatif disampaikan secara panjang lebar oleh Bu Fitri dari Jamkesos DIY sekaligus mencairkan suasana diskusi yang terasa tegang sedari awal meskipun pada suhu 14 derajat C ruang meeting Hotel Horaios Malioboro yang cukup sejuk. Dalam penyampaian Bu Fitri meskipun peraturan ketat tentang akses Jamkesos DIY bagi orang terlantar namun tidak lantas boleh untuk mengabaikan hak dasar pelayanan kesehatan bagi seseorang. Maka kata kuncinya adalah komunikasi antara Lembaga pengampu, Dinsos dan Bapel Jamkesos menjadi sangat penting.Kesimpulan dari diskusi publik bahwa permasalahan sosial kelompok minoritas tidak bisa selesai dengan kerja parsial individu saja tetapi harus komprehensif, saat ini yang paling memungkinkan bagi transpuan untuk tetap bisa bertahan hidup ialah berusaha dengan kemampuan yang ada bahwa untuk survive masih butuh perjuangan panjang.